Lahir atau munculnya suatu desa adalah logis didahului oleh asal usul/riwayat keberadaannya. Pada umumnya riwayat/asal usul suatu desa berlangsung dalam kurun waktu yang relatif cukup panjang dan akibatnya asal usul tersebut seolah-olah berupa cerita legenda saja, yang terus berkembang secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Terlepas dari semua itu, setelah dihimpun masukan-masukan dari tokoh-tokoh masyarakat setempat, sejarah singkat Desa Demulih adalah sebagai berikut :
Pada zaman kerajaan Majapatih ada seorang yang bernama Mekel paketan dari tanah Langkir (Gianyar) yang mempunyai seorang istri yang bernama Ni Luh Penatih dari Banjar Angkling Kabupaten Gianyar. Dari perkawinan tersebut tidak memperoleh keturunan. Karena besar keinginannya untuk memperoleh keturunan akhirnya Mekel paketan melakukan Semedi di Goa Pengukur-Ukuran. Dari Semedi tersebut Mekel Paketan akhirnya memperoleh berkah berupa sebuah cincin bermata Merah Padam. Selanjutnya cincin tersebut diberikan kepada istrinya Ni Luh Penatih. Sejak mempergunakan cincin tersebut Ni Luh Penatih hamil dan akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki. Saking rasa gembiranya dan bangganya Mekel Paketan dan Istrinya mempunyai seorang anak maka mereka senantiasa memanjakan anak anaknya secara berlerbihan, sehingga akhirnya Mekel Paketan jatuh miskin dan melarat.
Dari kemiskinan dan kemelaratan tersebut munculrasa benci Mekel Paketan terhadap anaknya dan mohon bantuan kepada Raja Gianyar untuk memindahkan anaknya. Dan oleh Raja Gianyar, anak Mekel Paketan ditempatkan di Pura Pengukur-Ukuran di sebelah Timur Desa Pejeng serta diperintahkan kepada rakyat Bedulu untuk memeliharanya. Tetapi ternyata rakyat Bedulu juga menjadi miskin dan melarat sejak kehadiran anak tersebut. Oleh karena itu Mekel Paketan mohon kepada Raja Gianyar agar anaknya diusir dari Desa Bedulu.
Dari pengusiran anak itu, anak tersebut lari menuju ke sebelah Timur Sungai Pakerisan. Di tempat itu anak tersebut membuat Ukiran di Pura-Pura dan Goa-Goa. Lama kelamaan datanglah Patih dari Kerajaan Blangbangan yang bernama I Gusti Tapak Mada mencari tirta Mahening dan Tirta Mumbul (Empul) di tempat anak tersebut bekerja. Patih Gusti Tapak Mada merasa kagum dan heran melihat tingkah laku anak tersebut bekerja. Setelah mendengar penjelasan dari anak tersebut,Patih I Gusti Tapak Mada merasa kasihan dan mengajak anak tersebut ikut pergi ke Blangbangan (Jawa).
Sesampainya di Blangbangan anak itu diberi nama I Maya Teruna oleh Raja Blangbangan. Disinipun I Maya Teruna diusir ke Daerah Hindu Paperangan di sebelah Timur Sungai Saraswati, tempat di mana anak Raja Blangbangan berkuasa. Selama I Maya Teruna berada di Hindu Paperangan, anak Raja Blangbangan didesak oleh rakyatnya untuk mengusir I Maya Teruna ke Blangbangan, namun Raja Blangbangan tidak menerima.
Selanjutnya raja Blangbangan bersama patih I Gusti Tapak Mada memutuskan agar I Maya Teruna dikembalikan ke Bali. Agar I Maya Teruna mau ke Bali, maka dijanjikan seorang perempuan antik (Deha) yang telah menunggunya di Bali sebagai pendamping hidupnya. Akhirnya berangkatlah I Maya Teruna ke Bali diantar oleh anak Raja Blangbangan bersama 40 orang bala tentara. Setibanya di Bali, I Maya Teruna memilih tempatdi Pura Pengukur-Ukuran (di tempat ia sebelum ke Blangbangan) melalui sungai Pecampuan Tukad Pekerisan dan Tukad Sangsang dengan memakaiPedati Bambu ( Titi gesing). Dan sampai sekarang Daerah tersebut diberi nama Betiting yang terletak disebelah Tenggara Bangun Lemah Kangin. Karena payahnyadan hari telah larut malam anak Raja Blangbangan bermalam di sana dan kawasan tersebut sampai sekarang disebut Cetra Agung Bangun Lemah.
Keesokan harinya pagi-pagi buta melanjutkan perjalanan menuju ke Utara melalui pangkung Daah dan mandi di sana airnya berbau miyik (harum) yang kemudian disebut air cendana. Kemudian sampailah pada sebuah bukit. Di bukit ini anak Raja Blangbangan bertanya kepada seorangpetani yang sedang membersihkan kebun jagung. Dari jawaban tersebut, bukit ini bernama Bukit Bajang Bangun Siwi ( Deha Bunga ). Mendengar penjelasan dari penjelasan dari petani I Maya Teruna merasa dirinya ditipu karena nyatanya Daha (wanita cantik) yang dijanjikan sebagai pendamping hidupnya di Bali hanya nama sebuah bukit Bajang Bangun Siwi bukan dalam wujud manusia cantik. Dari perjalanannya yang selalu mendapat perlakuan yang tidak baik dari orang tuanya sendiri dan masyarakat baik di Jawa maupun di Bali akhirnya ia putus asa untuk mengarungi hidupnya lebih lanjut dan mohon kepada anak Raja Blangbangan agar dihabisi hidupnya/riwayatnya. Selanjutnya anak Raja Blangbangan diberi lekesan dan Bunga Kamboja (Jepun) bernama Tri Kumala Guna oleh I Maya Teruna untuk melebur dirinya.
Jadi berdasarkan asal usul / riwayat perjalanan I Maya Teruna tersebut di atas dapatlah dipakai pedoman bahwa nama Demulih berasal dari kata “Deha” yang berarti “Bajang (Perawan)”, dan “Mulih” yang berarti ‘Pulang’. Jika dikaitkan dengan nama I Maya Teruna maka “Maya” berarti usaha untuk kembali pulang dan”Teruna” berarti perawan (Bajang Suci). Jadi dapatlah ditarik suatu kesimpulan bhwa nama I Maya Teruna mempunyai kaitan erat dengan nama Desa Demulih.
Lela Mayang Sari
29 Februari 2024 15:12:08
pengen bantuan bansos ...